TOPIK 4: MEMAHAMI DAMPAK KEKERASAN SEKSUAL
Pada bab ini kita akan mempelajari konsep paksaan, memahami dampak yang dialami korban, dan belajar untuk memberikan respons yang tepat.
Definisi dan Bentuk Paksaan
Indikator dari Kekerasan Adalah Adanya Paksaan
Paksaan adalah penyalahgunaan kekuasaan dan/atau cara mencoba mengendalikan orang lain untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keinginannya. Paksaan juga merupakan tindakan yang bertentangan dengan Profil Pelajar Pancasila terkait dengan akhlak kepada sesama. Paksaan dalam ranah kekerasan seksual dapat melibatkan:
- kekuatan fisik,
- tindakan yang mengintimidasi dan mengancam, dan/atau
- penggunaan alkohol atau obat-obatan untuk membuat seseorang melakukan aktivitas seksual yang tidak diinginkan.
Berbagai Jenis dan Contoh Paksaan
Membuat seseorang merasa bersalah
Membuat seseorang merasa harus melakukan aktivitas tertentu di luar kemauannya sebagai bentuk ‘balas budi’ adalah bentuk intimidasi. Bentuk intimidasi dapat berupa perkataan seperti “kamu sedang tidak ingin bertemu denganku ya? Padahal aku sering membantumu mengerjakan tugas kuliah.” Jika tekanan meningkat dan menyebabkan seseorang melakukan suatu aktivitas yang bertentangan dengan keinginannya, hal tersebut dapat dianggap sebagai paksaan.
Tekanan berulang kali
Secara berulang-ulang meminta seseorang untuk melakukan suatu aktivitas setelah mereka mengatakan “tidak” atau menunjukkan bahwa mereka tidak tertarik adalah tindakan yang tidak menghargai. Contohnya seperti perkataan “Ayolah, izinkan aku menginap di kosmu, hanya satu kali ini saja kok.” Jika tekanan berkembang menjadi intimidasi atau ancaman setelah seseorang tidak menyetujui untuk melakukan aktivitas tertentu, hal tersebut dapat dikatakan paksaan.
Membuat seseorang menjadi tidak berdaya
Memberikan narkoba atau alkohol untuk membuat seseorang tidak berdaya dan kemudian membuat mereka memberikan persetujuan dalam keadaan sakit, tidak sadar, atau tertidur untuk terlibat pada suatu aktivitas yang tidak dikehendaki merupakan bentuk paksaan dan perbuatan yang melanggar hukum.
Ancaman
Menggunakan ancaman untuk memaksa seseorang melakukan aktivitas yang tidak diinginkan atau membuat seseorang takut dengan konsekuensi jika menolak keinginan pihak lain adalah contoh paksaan. Contohnya seperti perkataan “Ingat ya, sebagai pembimbing Anda, saya memiliki banyak pengaruh atas dana hibah penelitian Anda semester depan.”
Manipulasi
Mencoba menghukum seseorang secara emosional karena menolak melakukan suatu aktivitas adalah bentuk intimidasi. Contohnya seperti perkataan “Kupikir hubungan kita serius, kok kamu diajak pegangan tangan saja tidak mau. Jangan salahkan aku ya kalau nanti kamu tidak lulus.”
Rasionalisasi
Menyalahkan orang lain, faktor eksternal atau keadaan untuk mendapatkan hal yang diinginkan adalah bentuk intimidasi yang dapat mengarah ke pemaksaan kepada orang lain untuk bertindak bertentangan dengan keinginannya. Contohnya seperti “Sekarang sedang hujan, dan dari sore tadi aku sudah membantumu mengerjakan tugas. Kamu tega menyuruhku pulang sekarang?”
Memahami Reaksi Tubuh Terhadap Trauma
Dalam buku The Body Keeps the Score, Bessel Van Der Kolk menjelaskan bahwa tubuh merekam semua pengalaman yang terjadi sehingga otak dan tubuh dapat bereaksi terhadap kejadian tertentu yang terjadi tiba-tiba, mengejutkan, dan traumatis.
Memahami kondisi ini dapat membantu kita memproses pengalaman diri sendiri serta merespons kekerasan seksual dengan empati dan dukungan. Efek trauma dapat terjadi ketika seseorang menyaksikan kekerasan, selamat dari kekerasan, mengalami ketidakadilan sosial, terlibat dalam kecelakaan atau bencana, dan memiliki pengalaman konflik.
Memori atau ingatan
Trauma dapat memicu pelepasan hormon yang memengaruhi daya ingat. Seseorang yang mengalami trauma mungkin mengingat peristiwa ekstrem di masa lalu dengan samar atau justru mengingat detail sensorik yang sangat spesifik. Korban juga mungkin memiliki ingatan yang akurat tetapi terfragmentasi dan kesulitan dalam mengingat peristiwa yang terjadi secara berurutan.
Emosi
Sebagai reaksi terhadap trauma, tubuh manusia melepaskan zat kimia untuk memblokir rasa sakit fisik dan emosional yang dapat mengakibatkan efek neurobiologis yang tidak dapat diprediksi atau dikendalikan. Hal ini dapat menyebabkan reaksi emosional yang tidak terduga seperti tidak menunjukkan emosi sama sekali atau mengalami perubahan emosi yang ekstrim saat mengingat suatu kejadian.
Respons fisik
Respons fisik seseorang terhadap trauma juga dapat dipengaruhi secara signifikan oleh faktor neurobiologis. Kelumpuhan sementara (tonic immobility) akibat trauma adalah respons hormonal yang menyebabkan tubuh membeku di tengah situasi yang memicu ketakutan ekstrim. Seseorang yang mengalami kelumpuhan sementara tidak bisa menolak atau melarikan diri karena mereka tidak memiliki kendali atas respons ototnya. Bila konsep kelumpuhan sementara tidak dipahami, korban akan cenderung menyalahkan diri sendiri atas kejadian yang ia alami.
Respon untuk Mendukung Korban
Dampak kekerasan seksual terhadap korban dan lingkungannya sangatlah besar, tetapi perbuatan kekerasan seksual sulit untuk dibuktikan secara hukum. Situasi pembuktian yang sulit semakin menyudutkan korban dan seringkali membuat korban dipandang melakukan tuduhan palsu. Banyak korban kekerasan seksual yang kemudian malah dilaporkan balik atas tuduhan pencemaran nama baik karena tidak memiliki bukti yang kuat. Dalam situasi seperti ini, respons kita sebagai orang yang ada di sekitar korban atau orang yang dipercaya untuk mendengarkan cerita korban menjadi penting dalam mendukung pemulihan mereka.
Mendukung korban kekerasan seksual juga merupakan perwujudan Profil Pelajar Pancasila dimensi Bergotong Royong. Semangat saling membantu telah ada dalam budaya Indonesia sejak dahulu dan perlu untuk terus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, terutama untuk membantu mereka yang berada dalam posisi rentan.
Berikut adalah beberapa cara untuk merespons beragam dampak trauma yang sedang dirasakan korban:
1. Rasa malu dan rasa bersalah
Apa itu reaksi korban yang merasa malu dan bersalah?
Korban mungkin merasa malu dan bersalah atas peristiwa yang dialaminya. Perasaan tersebut muncul karena masih kentalnya budaya menyalahkan korban di kalangan masyarakat. Seringkali korban dipersalahkan atas kekerasan yang mereka alami karena mengenakan pakaian terbuka, pulang malam, atau melakukan tindakan yang dianggap memberi peluang bagi pelaku melakukan kekerasan. Stigma tersebut perlu dihapus. Saat melaporkan kasusnya, korban juga seringkali harus menanggung risiko dipermalukan (secondary victimisation). Sebab dengan mengungkap kasus yang dialaminya, berarti korban harus menceritakan peristiwa yang menimpanya secara detail dan jelas yang seringkali membuatnya merasa risih atau malu.
Cara Merespon Reaksi Korban Merasa Malu dan Bersalah
Bagaimana kita harus merespon reaksi korban apabila merasa malu dan rasa bersalah?
Respons: Ingatkan korban bahwa satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas kekerasan yang terjadi adalah pelaku dan bahwa peristiwa yang terjadi pada korban, apapun situasinya, sama sekali bukan kesalahan korban.
2. Takut dengan Pembalasan
Apa itu reaksi takut dengan pembalasan?
Pada banyak kasus kekerasan, pelaku seringkali kembali untuk mengancam korban, apalagi jika pelaku memiliki kewenangan yang lebih tinggi atau menyimpan data atau dokumentasi pribadi korban yang dapat disebarluaskan. Ketiadaan aturan atau mekanisme yang andal membuat korban tidak tahu secara pasti tindakan yang harus dilakukan, ke mana ia harus lapor, dan prosedur apa saja yang harus ditempuh.
Cara Merespon Reaksi Takut dengan Pembalasan:
Bagaimana kita harus merespon reaksi korban apabila merasa takut dengan pembalasan?
Respons: Tawarkan informasi tentang sumber dukungan tepercaya. Dalam konteks perguruan tinggi, dapat menghubungi Satgas karena korban berhak dilindungi oleh kampusnya. Jika korban belum siap, temani dan dengarkan ceritanya sampai korban memutuskan tindakan yang ingin diambil.
3. Depresi dan kecemasan
Apa itu reaksi depresi dan kecemasan ?
Korban kekerasan seksual rentan mengalami depresi dan kecemasan karena stigma dari masyarakat. Kejadian traumatis pasti akan mengakibatkan luka psikis. Korban membutuhkan ruang aman untuk menceritakan pengalamannya dan mencari bantuan untuk menyembuhkan luka psikis yang dialaminya. Ketika ruang aman tidak tersedia biasanya korban menyimpan sendiri kejadian traumatis itu sehingga mengalami dampak psikologis yang berkepanjangan.
Cara Merespon Reaksi Depresi dan Kecemasan
Bagaimana kita harus merespon reaksi korban apabila merasa depresi dan cemas?
Respons: Dampingi dan berdayakan korban untuk membuat keputusan sendiri. Perlu dipahami bahwa penyembuhan trauma dapat berlangsung dalam waktu yang lama. Tawarkan bantuan untuk menghubungkan mereka dengan penyedia layanan profesional guna mendapatkan dukungan tambahan. Dalam lingkup kampus, Satgas bertugas menghubungkan korban dengan layanan-layanan lain yang dibutuhkan dalam proses pemulihan.
Kuis: Paksaan
Soal 1
Ilustrasi kasus 1
Eva dan Anissa merupakan teman sejurusan yang sudah berteman lama. Eva adalah mahasiswa yang rajin. Namun seminggu ini ia tidak masuk kuliah. Ketika Anissa mengecek ke rumahnya, Eva akhirnya mau bercerita bahwa dosen pembimbingnya melakukan pelecehan saat bimbingan skripsi. Awalnya dosen tersebut mengajak Eva untuk bimbingan di luar kampus dan selalu ditolak dengan halus oleh Eva. Akhirnya minggu lalu saat bimbingan di ruangan kantor, dosen mengunci pintu dan mulai memeluk Eva. Eva hanya diam saja pada saat itu, dan kemudian segera keluar.
Anissa marah mendengar cerita tersebut dan membujuk Eva untuk mengunggah cerita dan bukti percakapan ke media sosial untuk menghukum pelaku. Eva mengatakan bahwa ia belum siap dan mau memikirkan dahulu. Keesokan harinya, cerita ini sudah beredar di media sosial. Meskipun tidak menyebutkan nama pelaku dan korban, akhirnya kejadian ini menjadi viral dan membuat Eva semakin tidak berani keluar rumah.
Apakah tindakan yang dilakukan dosen dengan memeluk Eva adalah bentuk paksaan?
Anissa marah mendengar cerita tersebut dan membujuk Eva untuk mengunggah cerita dan bukti percakapan ke media sosial untuk menghukum pelaku. Eva mengatakan bahwa ia belum siap dan mau memikirkan dahulu. Keesokan harinya, cerita ini sudah beredar di media sosial. Meskipun tidak menyebutkan nama pelaku dan korban, akhirnya kejadian ini menjadi viral dan membuat Eva semakin tidak berani keluar rumah.
Apakah tindakan Anissa menyebarkan cerita kekerasan untuk menghukum pelaku sudah tepat?
Ilustrasi kasus 2
Ruli merasa tidak enak badan setelah mengikuti kelas pagi. Karena masih akan ada kelas sore nanti, ia memutuskan untuk memeriksakan diri dan beristirahat di klinik kampus. Ruli menyampaikan keluhannya kepada dokter bahwa ia merasa demam dan tenggorokannya sakit. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dokter mengatakan ia perlu melihat alat kelamin Ruli. Ruli merasa penyakitnya tidak ada hubungannya dengan alat kelamin. Ia menolak dan menanyakan kenapa dokter harus memeriksa alat kelaminnya. Dokter itu tidak menjawab dan langsung menarik celana Ruli.
Apakah dokter melakukan paksaan kepada Ruli?
Bagaimana menurut Anda?
Apakah topik percakapan yang disampaikan dosen merupakan bentuk paksaan?