POJOK ISTILAH: Modul Pembelajaran tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi

Eksibisionisme: tindakan seseorang menunjukkan alat kelaminnya kepada orang lain tanpa persetujuan, secara langsung maupun melalui media digital (foto dan video).

Penyebaran konten pribadi (doxing): pengambilan dan penyebaran data pribadi orang lain tanpa seizin pemilik data.

Candaan perkosaan (rape jokes): bentuk kekerasan seksual berupa lelucon yang menggunakan cerita tentang perkosaan untuk memicu orang yang membaca atau mendengar untuk menertawakan hal tersebut. Candaan ini membuat korban merasa pengalamannya dianggap tidak valid dan menormalisasi kekerasan seksual.

Peniruan (impersonifikasi): mencuri identitas orang lain dan menggunakan identitas tersebut untuk membuat akun palsu yang mengatasnamakan orang yang identitasnya dicuri. Biasanya impersofikasi bertujuan untuk penyebaran foto, video, data yang merugikan identitas orang tersebut.

Flaming: pengiriman pesan secara terus-menerus melalui pesan personal di media sosial atau aplikasi pesan yang berupa ancaman, hinaan, cercaan, pelecehan, ajakan berhubungan seksual, atau video dan foto bernuasa seksual.

Online surveilance: memantau, melacak, dan mengawasi kegiatan daring seseorang.

Efek pengamat (bystander effect): fenomena dimana semakin besar jumlah orang yang berada dalam suatu lokasi kekerasan terjadi, semakin kecil kemungkinan orang untuk membantu seseorang dalam kesulitan. Hal ini diakibatkan pemikiran bahwa akan ada orang lain yang menolong atau tidak ingin ikut campur urusan orang lain.

Menyalahkan korban (victim blaming): keadaan dimana korban disalahkan atas kejadian buruk yang terjadi pada dirinya. Dalam hal ini, korban dianggap seharusnya mampu mengenali bahaya dan mengambil tindakan pencegahan agar terhindar dari situasi tertentu yang merugikannya.

Penyebaran konten intim tanpa persetujuan (nonconsensual dissemination of intimate imageĀ atau NCII): distribusi foto atau video seksual yang awalnya dibagikan kepada orang tertentu saja dengan harapan dokumen sensual tersebut tetap bersifat pribadi. Seringkali, video atau foto yang disebarkan direkam secara diam-diam oleh pelaku atau disertai paksaan.

Penghinaan di media daring (online shaming): menyerang pengguna internet lain dengan tujuan mempermalukan.

Stres traumatis sekunder (secondary traumatic stress): kondisi dimana seseorang mengalami stres karena terpapar emosi negatif saat berinteraksi, mendengar, maupun membaca pengalaman traumatis korban kekerasan ataupun hal traumatis lain. Beberapa tanda dari kondisi ini adalah perubahan emosi secara mendadak, lelah mental dan emosi, merasa putus harapan, berkurangnya rasa empati terhadap orang lain, gangguan tidur, rasa sakit pada bagian tubuh tertentu.

Sindrom Stockholm: kondisi psikologis bersifat paradox dimana timbul ikatan yang kuat antara korban dan pelaku kekerasan. Ikatan ini meliputi rasa cinta korban terhadap pelaku, melindungi pelaku, menyalahkan diri sendiri sebagai penyebab kekerasan, menyangkal atau mengecilkan kekerasan yang dialami.

Himphaty: simpati berlebihan terhadap laki-laki pelaku kekerasan yang terwuju dalam rasa kasihan dan khawatir terhadap masa depan pelaku, jabatan yang hilang akibat laporan korban, maupun rasa curiga bahwa korban sengaja menjatuhkan karier atau gerakan yang dilakukan pelaku. Laki-laki cenderung mendapat simpati karena kedudukannya yang berpengaruh di masyarakat serta keistimewaan (privilese) yang dimilikinya.

Tuduhan palsu (false accusation): kondisi dimana cerita korban tidak dipercaya dan dianggap memberikan tuduhan palsu. Banyak korban mengalami hal ini karena dianggap kurang bukti.

Bermain menjadi korban (playing victim): situasi dimana pelaku kekerasan melakukan manipulasi dengan mengaku tidak bersalah dan bahkan mengaku bahwa dirinya yang menjadi korban. Pelaku kemudian membalikkan keadaan dengan menuduh korban sebagai pihak yang ingin menjatuhkannya dan mengambil manfaat dari situasi tersebut.

Kelumpuhan sementara (toxic immobility): kelumpuhan sementara akibat trauma adalah respon hormonal yang menyebabkan tubuh membeku dalam situasi yang memicu ketakutan yang ekstrem.

Gangguan stres pascatrauma (Post-traumatic Stress DisorderĀ atau PTSD): gangguan kesehatan mental yang dialami seseorang setelah mengalami peristiwa traumatis. PTSD menyebabkan seseorang merasa bersalah, sedih, cemas, marah, dan waspada yang berlebihan.

Manipulasi seksual (sexual grooming): proses dimana pelaku mendekati korban secara personal, membangun kepercayaan dan hubungan emosional dengan intensi melakukan eksploitasi, melecehkan, atau memaksa kegiatan seksual tertentu.

Reviktimisasi (secondary victimization): kondisi dimana korban kekerasan menjadi korban lagi dengan dipermalukan atau tidak dipercaya, karena dengan mengungkap kasus berarti korban harus menceritakan peristiwa yang menimpanya secara jelas dan rinci yang tentunya membuat korban merasa risih dan malu.